Jengah

Iya, jengah!
Terlampau sangat
Belum pernah sekalipun selama 4 tahun menyandang titel "ibu guru", saya menjumpai kondisi dimana setelah ulangan TIDAK perlu remidi.
Iya, terlalu jengah
Sepertinya sudah segala cara ditempuh, mulai dari cara ngajar yang bagai konser musik tunggal, riwa-riwi ga karuan, ga pernah betah duduk di bangku depan, karena harus muter mengecek pekerjaan kalian satu demi satu, menerangkan siswa per siswa selayak les privat di bimbel ternama, dibuatkan rangkuman materi, diberikan kisi-kisi per- nomer soalnya, dibuatkan latihan soal - dibahas pula, bahkan setelah itu dikeluarkan soalnya di ulangan. Kenapa masih pula selalu menjawab "tidak bisa"??
Astaghfirullah.. saya bukan mengeluh, nak. Hanya kelewat jengah!
Jengah sangat!
Pertama yang terlintas dalam benak saya, tak pernah sekalipun berusaha menyalahkan kalian, saya lebih memilih mengoreksi ke-tak mampu-an saya menyampaikan pembelajaran ke kalian, atau ke-tak sanggup-an saya menciptakan kondisi proses belajar mengajar yang menyenangkan.
Segala cara, nak..
Saya hampir tidak tau lagi mesti bagaimana untuk menggugah hati nurani kalian supaya mau berusaha, bukan demi kami, atau demi orangtua, atau bahkan demi saya, tapi setidaknya berusahalah demi kalian sendiri.
Astaghfirullah.. 
Masa depan kalian adalah milik dan tanggung jawab mutlak kalian. Kalau kami saja yang hanya guru kalian sampai mau berpayah-payah memberikan yang terbaik untuk kalian, kenapa kalian tidak mau sekali saja mengusahakan yang terbaik untuk diri kalian sendiri??
"jera" - sepertinya tidak pernah ada dalam kamus hidup kalian, apalagi "introspeksi"
Bukan hendak menyerah, nak..
Hanya jengah!
Kalian tau kan arti kosakata itu?
J E N G A H

"Ah, anda mungkin terlalu idealis buk, ngajar ya sudah ngajar saja, anak orang ko dipikirin sampai segitunya" - nurani jahat mulai menyalak-nyalak. Tapi sepertinya memenangkan nurani tak baik itu nantinya bisa membuat saya menjadi sama seperti manusia-manusia yang saya cerca wataknya.